Halaman

Sabtu, 11 Oktober 2014

Rokok Elektronik, Cara Paling Salah untuk Berhenti Merokok


Kampanye bahaya merokok


Jakarta - Berhenti merokok setelah sekian lama menjadi bagian hidup memang bukan perkara yang mudah. Sebagai alternatif, banyak yang kemudian memilih mengonsumsi rokok elektronik karena dianggap lebih aman untuk kesehatan.

Dede Kurniawan (35), misalnya, salah satu karyawan bank swasta di Jakarta ini mengaku sudah setahun memilih rokok elektronik lantaran sebelumnya gagal menghentikan kebiasaan merokok. Cara ini dilakukan karena ia tidak ingin bernasib seperti ayahnya yang menderita penyakit jantung koroner di usia 60 tahun akibat zat-zat berbahaya di dalam rokok.


"Saya mulai merokok sejak masih SMA, jadi memang agak sulit kalau harus berhenti total. Menggantinya dengan rokok elektronik sebenarnya juga upaya saya untuk berhenti, karena yang saya tahu rokok ini lebih aman dibandingkan rokok biasa," ungkap Dede Kurniawan kepada Beritasatu.com di Jakarta, Sabtu (13/9).

Tidak hanya Dede, mayoritas pecandu perokok juga meyakini rokok elektronik menjadi cara teraman menghindari bahaya rokok tanpa harus meninggalkannya.
Padahal menurut dokter spesialis paru dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Budhi Antariksa, tidak ada bedanya antara rokok elektronik dengan rokok konvensional.

"Ini cara berhenti merokok yang salah, karena bahaya rokok elektronik itu sama saja dengan rokok biasa, baik dari kandungan nikotinnya maupun dari zat-zat berbahaya lainnya," tegas spesialis paru dari Rumah Sakit Persahabatan ini.
Rokok elektronik atau disebut Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) merupakan alat yang berfungsi untuk mengubah zat-zat kimia menjadi uap dan mengalirkannya ke paru-paru, di mana zat kimia tersebut merupakan campuran zat seperti nikotin dan propylene glycol. “Apapun yang dihirup dan masuk ke paru-paru atau darah, itu pasti akan memberi efek pada kesehatan, apalagi nikotin yang terdapat dalam rokok,” tambahnya lagi.

Karena itu, Budhi Antariksa kembali menegaskan bahwa rokok elektronik bukanlah cara terbaik untuk berhenti merokok. “Merokok elektronik sama artinya dengan tetap merokok. Yang diperlukan sebetulnya adalah niat yang kuat untuk langsung berhenti merokok, itu lebih menjamin keberhasilan dibandingkan dengan banyak penawaran, misalnya berhenti secara bertahap dari sebungkus rokok perhari menjadi setengah bungkus, apalagi menggantinya dengan rokok elektronik,” ujar Budhi.
Karena menurut beberapa penelitian dan pengalamannya di lapangan, lanjut dia, orang-orang yang banyak penawaran tidak akan pernah benar-benar bisa berhenti merokok. “Langsung berhenti total dengan niat yang kuat, itu akan lebih memberikan keberhasilan, bisa juga dibantu dengan permen yang tidak mengandung nikotin,” tambahnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan, nikotin yang juga terdapat dalam rokok elektronik memiliki efek buruk terhadap tubuh manusia, seperti meningkatkan adrenalin, meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan denyut nadi. Bahkan rokok elektonik juga dapat menyebabkan kecanduan.

“Alat ini sebenarnya hanya cara baru untuk memasukkan nikotin ke dalam tubuh,” ujar Prof. Tjandra.
Sampai saat ini, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin terhadap peredaran rokok elektronik di Indonesia. Rokok ini sendiri dikenalkan pertama kali di Tiongkok pada tahun 2003. Alat ini terdiri dari komponen penguap, baterai isi ulang, pengatur elektronik, dan wadah cairan yang akan diuapkan. Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga telah mengeluarkan pernyataan bahwa rokok elektronik sangat berbahaya untuk kesehatan.
Penulis: Herman/EPR

sumber :
Beritasatu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan jika anda yang ingin komentar, namun tolong gunakan bahasa yang sopan.