Halaman

Kamis, 22 Januari 2015

Akhir Perseteruan Polri Dengan KPK

Perseteruan panas KPK vs Polri di 20122012 merupakan tahun yang keramat bagi KPK dan Polri. Hubungan dua lembaga penegak hukum itu kembali dipenuhi ketegangan. Istilah KPK vs Polri atau Cicak vs Buaya jilid II pun muncul.

Kisruh antara dua lembaga penegak hukum itu bermula saat KPK menggeledah Gedung Korlantas Polri di Jl MT Haryono, Jakarta Selatan, untuk mencari barang bukti kasus simulator SIM pada Mei 2012. Saat itu, KPK mengklaim bahwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan simulator SIM yang diusutnya sejak Januari 2012 telah naik ke tingkat penyidikan.

Namun, tim penyidik KPK tidak diperkenankan melakukan penggeledahan oleh Polri, dengan alasan tak mengantongi izin Kapolri. Pintu gerbang Gedung Korlantas Polri bahkan saat itu dikunci dan dijaga ketat agar petugas KPK tak dapat keluar dan membawa dokumen dari Gedung Korlantas Polri.

Untuk meredam situasi, Ketua KPK Abraham Samad langsung menggelar pertemuan dengan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo di Mabes Polri. Usai Abraham dan Jenderal Timur bertemu, petugas KPK akhirnya menggeledah dan membawa sejumlah barang dan dokumen yang diduga terkait dengan kasus simulator SIM.



Ketegangan tidak berhenti sampai di situ. Saat barang bukti berhasil dibawa petugas KPK dan tersimpan rapi di dalam kontainer di Basement gedung KPK, beberapa intel dan provost utusan Polri kerap menjaga barang bukti tersebut.

Seakan tak mau kecolongan, Polri kemudian secara tiba-tiba menetapkan lima orang tersangka dalam kasus tersebut. Lima orang tersebut antara lain Brigjen Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legimo, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang.

Selang berapa hari, KPK menyusul Polri mengumumkan penetapan empat orang tersangka, yakni mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo, mantan Wakorlatas Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang.

Polri kemudian secara tiba-tiba menarik 20 penyidiknya yang bertugas di KPK. Namun, enam dari penyidik tersebut memilih bertahan di KPK, salah satunya adalah Kompol Novel Baswedan yang dikenal menjadi motor penyidikan kasus simulator SIM.

Polri lantas mengungkit kasus lama Kompol Novel saat masih bertugas di Bengkulu pada 2004 silam. Saat itu sejumlah pihak menilai Polri mencari-cari kesalahan dengan menetapkan Kompol Novel Baswedan sebagai tersangka atas kasus penembakan hingga tewas pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu.

Keadaan semakin memanas usai pemeriksaan perdana mantan Gubernur Akpol Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka. Saat itu, Gedung KPK 'dikepung' oleh puluhan personel polisi yang berasal dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya.

Kedatangan personel Polda Bengkulu itu dalam rangka menjemput Kompol Novel terkait kasus penembakan tersebut. Namun, mereka gagal menjemput paksa Kompol Novel. Sebab, dukungan deras dari elemen masyarakat terhadap KPK terus mengalir. Massa berbondong-bondong datang ke Gedung KPK malam itu untuk mendukung KPK dan Kompol Novel.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya turun tangan setelah mendapat desakan publik. Dalam jumpa persnya di Istana Negara pada 8 Oktober 2012, Presiden SBY menginstruksikan agar Polri menyerahkan penanganan kasus simulator SIM kepada KPK sepenuhnya. Presiden juga meminta Polri menghentikan kasus Kompol Novel.

Sementara, soal penyidik, presiden meminta masa penugasan penyidik KPK yang tercantum dalam PP diatur kembali. Namun, selang berapa lama Polri kembali menarik penyidiknya di KPK. Akibatnya, komisi anti korupsi itu terancam lumpuh dalam memberantas korupsi di Tanah Air, karena mengalami krisis penyidik.

Polri kembali menarik 13 personelnya yang bertugas di KPK, dengan alasan masa tugasnya telah berakhir. Alhasil, jumlah penyidik KPK semakin berkurang.

Penarikan penyidiknya secara berangsur-angsur mendesak KPK untuk mengajukan draft revisi PP 63 Tahun 2005 tentang SDM Pegawai KPK. Salah satu draft yang diajukan yakni perpanjangan masa tugas para penyidik.

Draft PP itu kemudian diteken Presiden SBY dan menjadi PP No 103 Tahun 2012. PP tersebut menjelaskan formasi masa tugas penyidik KPK menjadi 4-4-2. Namun, terdapat Pasal 5 ayat 9 yang membahas soal alih status. Alih status ini mengatur para pegawai dari instansi lain yang bekerja di KPK ingin menjadi pegawai tetap, harus izin dari instansi asal.

KPK kaget karena sebelumnya tidak ada koordinasi terlebih dahulu kepada pihaknya. Sebab, sebelum mengajukan revisi dilakukan diskusi antara KPK, Kemen PAN, Polri dan Kejaksaan.

Sementara, dalam kasus simulator SIM KPK akhirnya menahan Irjen Pol Djoko Susilo setelah diperiksa berjam-jam lamanya pada Senin (8/10). Djoko langsung dijebloskan ke Rutan KPK yang berada di lingkungan Rutan Militer Guntur.

Menanggapi penahanan tersebut, Mabes Polri mengaku akan tetap memberi bantuan hukum. Bantuan hukum itu akan diberikan melalui Divisi Hukum Polri. Polri juga mengaku tidak akan mengintervensi lagi terkait kasus ini. Termasuk menghormati penahanan mantan Kakorlantas tersebut di Rutan Guntur.

Kasus simulator SIM diduga memiliki kaitan dengan kasus lainnya. Salah satunya kasus dugaan korupsi pelat kendaraan bermotor. Namun, kewenangan pengusutan kasus dugaan korupsi pelat kendaraan bermotor ini berada di Polri karena telah mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).
2012 merupakan tahun yang keramat bagi KPK dan Polri. Hubungan dua lembaga penegak hukum itu kembali dipenuhi ketegangan. Istilah KPK vs Polri atau Cicak vs Buaya jilid II pun muncul.

Kisruh antara dua lembaga penegak hukum itu bermula saat KPK menggeledah Gedung Korlantas Polri di Jl MT Haryono, Jakarta Selatan, untuk mencari barang bukti kasus simulator SIM pada Mei 2012. Saat itu, KPK mengklaim bahwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan simulator SIM yang diusutnya sejak Januari 2012 telah naik ke tingkat penyidikan.

Namun, tim penyidik KPK tidak diperkenankan melakukan penggeledahan oleh Polri, dengan alasan tak mengantongi izin Kapolri. Pintu gerbang Gedung Korlantas Polri bahkan saat itu dikunci dan dijaga ketat agar petugas KPK tak dapat keluar dan membawa dokumen dari Gedung Korlantas Polri.

Untuk meredam situasi, Ketua KPK Abraham Samad langsung menggelar pertemuan dengan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo di Mabes Polri. Usai Abraham dan Jenderal Timur bertemu, petugas KPK akhirnya menggeledah dan membawa sejumlah barang dan dokumen yang diduga terkait dengan kasus simulator SIM.

Ketegangan tidak berhenti sampai di situ. Saat barang bukti berhasil dibawa petugas KPK dan tersimpan rapi di dalam kontainer di Basement gedung KPK, beberapa intel dan provost utusan Polri kerap menjaga barang bukti tersebut.

Seakan tak mau kecolongan, Polri kemudian secara tiba-tiba menetapkan lima orang tersangka dalam kasus tersebut. Lima orang tersebut antara lain Brigjen Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legimo, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang.

Selang berapa hari, KPK menyusul Polri mengumumkan penetapan empat orang tersangka, yakni mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo, mantan Wakorlatas Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang.

Polri kemudian secara tiba-tiba menarik 20 penyidiknya yang bertugas di KPK. Namun, enam dari penyidik tersebut memilih bertahan di KPK, salah satunya adalah Kompol Novel Baswedan yang dikenal menjadi motor penyidikan kasus simulator SIM.

Polri lantas mengungkit kasus lama Kompol Novel saat masih bertugas di Bengkulu pada 2004 silam. Saat itu sejumlah pihak menilai Polri mencari-cari kesalahan dengan menetapkan Kompol Novel Baswedan sebagai tersangka atas kasus penembakan hingga tewas pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu.

Keadaan semakin memanas usai pemeriksaan perdana mantan Gubernur Akpol Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka. Saat itu, Gedung KPK 'dikepung' oleh puluhan personel polisi yang berasal dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya.

Kedatangan personel Polda Bengkulu itu dalam rangka menjemput Kompol Novel terkait kasus penembakan tersebut. Namun, mereka gagal menjemput paksa Kompol Novel. Sebab, dukungan deras dari elemen masyarakat terhadap KPK terus mengalir. Massa berbondong-bondong datang ke Gedung KPK malam itu untuk mendukung KPK dan Kompol Novel.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya turun tangan setelah mendapat desakan publik. Dalam jumpa persnya di Istana Negara pada 8 Oktober 2012, Presiden SBY menginstruksikan agar Polri menyerahkan penanganan kasus simulator SIM kepada KPK sepenuhnya. Presiden juga meminta Polri menghentikan kasus Kompol Novel.

Sementara, soal penyidik, presiden meminta masa penugasan penyidik KPK yang tercantum dalam PP diatur kembali. Namun, selang berapa lama Polri kembali menarik penyidiknya di KPK. Akibatnya, komisi anti korupsi itu terancam lumpuh dalam memberantas korupsi di Tanah Air, karena mengalami krisis penyidik.

Polri kembali menarik 13 personelnya yang bertugas di KPK, dengan alasan masa tugasnya telah berakhir. Alhasil, jumlah penyidik KPK semakin berkurang.

Penarikan penyidiknya secara berangsur-angsur mendesak KPK untuk mengajukan draft revisi PP 63 Tahun 2005 tentang SDM Pegawai KPK. Salah satu draft yang diajukan yakni perpanjangan masa tugas para penyidik.

Draft PP itu kemudian diteken Presiden SBY dan menjadi PP No 103 Tahun 2012. PP tersebut menjelaskan formasi masa tugas penyidik KPK menjadi 4-4-2. Namun, terdapat Pasal 5 ayat 9 yang membahas soal alih status. Alih status ini mengatur para pegawai dari instansi lain yang bekerja di KPK ingin menjadi pegawai tetap, harus izin dari instansi asal.

KPK kaget karena sebelumnya tidak ada koordinasi terlebih dahulu kepada pihaknya. Sebab, sebelum mengajukan revisi dilakukan diskusi antara KPK, Kemen PAN, Polri dan Kejaksaan.

Sementara, dalam kasus simulator SIM KPK akhirnya menahan Irjen Pol Djoko Susilo setelah diperiksa berjam-jam lamanya pada Senin (8/10). Djoko langsung dijebloskan ke Rutan KPK yang berada di lingkungan Rutan Militer Guntur.

Menanggapi penahanan tersebut, Mabes Polri mengaku akan tetap memberi bantuan hukum. Bantuan hukum itu akan diberikan melalui Divisi Hukum Polri. Polri juga mengaku tidak akan mengintervensi lagi terkait kasus ini. Termasuk menghormati penahanan mantan Kakorlantas tersebut di Rutan Guntur.

Kasus simulator SIM diduga memiliki kaitan dengan kasus lainnya. Salah satunya kasus dugaan korupsi pelat kendaraan bermotor. Namun, kewenangan pengusutan kasus dugaan korupsi pelat kendaraan bermotor ini berada di Polri karena telah mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).
2012 merupakan tahun yang keramat bagi KPK dan Polri. Hubungan dua lembaga penegak hukum itu kembali dipenuhi ketegangan. Istilah KPK vs Polri atau Cicak vs Buaya jilid II pun muncul.

Kisruh antara dua lembaga penegak hukum itu bermula saat KPK menggeledah Gedung Korlantas Polri di Jl MT Haryono, Jakarta Selatan, untuk mencari barang bukti kasus simulator SIM pada Mei 2012. Saat itu, KPK mengklaim bahwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan simulator SIM yang diusutnya sejak Januari 2012 telah naik ke tingkat penyidikan.

Namun, tim penyidik KPK tidak diperkenankan melakukan penggeledahan oleh Polri, dengan alasan tak mengantongi izin Kapolri. Pintu gerbang Gedung Korlantas Polri bahkan saat itu dikunci dan dijaga ketat agar petugas KPK tak dapat keluar dan membawa dokumen dari Gedung Korlantas Polri.

Untuk meredam situasi, Ketua KPK Abraham Samad langsung menggelar pertemuan dengan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo di Mabes Polri. Usai Abraham dan Jenderal Timur bertemu, petugas KPK akhirnya menggeledah dan membawa sejumlah barang dan dokumen yang diduga terkait dengan kasus simulator SIM.

Ketegangan tidak berhenti sampai di situ. Saat barang bukti berhasil dibawa petugas KPK dan tersimpan rapi di dalam kontainer di Basement gedung KPK, beberapa intel dan provost utusan Polri kerap menjaga barang bukti tersebut.

Seakan tak mau kecolongan, Polri kemudian secara tiba-tiba menetapkan lima orang tersangka dalam kasus tersebut. Lima orang tersebut antara lain Brigjen Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legimo, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang.

Selang berapa hari, KPK menyusul Polri mengumumkan penetapan empat orang tersangka, yakni mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo, mantan Wakorlatas Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang.

Polri kemudian secara tiba-tiba menarik 20 penyidiknya yang bertugas di KPK. Namun, enam dari penyidik tersebut memilih bertahan di KPK, salah satunya adalah Kompol Novel Baswedan yang dikenal menjadi motor penyidikan kasus simulator SIM.

Polri lantas mengungkit kasus lama Kompol Novel saat masih bertugas di Bengkulu pada 2004 silam. Saat itu sejumlah pihak menilai Polri mencari-cari kesalahan dengan menetapkan Kompol Novel Baswedan sebagai tersangka atas kasus penembakan hingga tewas pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu.

Keadaan semakin memanas usai pemeriksaan perdana mantan Gubernur Akpol Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka. Saat itu, Gedung KPK 'dikepung' oleh puluhan personel polisi yang berasal dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya.

Kedatangan personel Polda Bengkulu itu dalam rangka menjemput Kompol Novel terkait kasus penembakan tersebut. Namun, mereka gagal menjemput paksa Kompol Novel. Sebab, dukungan deras dari elemen masyarakat terhadap KPK terus mengalir. Massa berbondong-bondong datang ke Gedung KPK malam itu untuk mendukung KPK dan Kompol Novel.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya turun tangan setelah mendapat desakan publik. Dalam jumpa persnya di Istana Negara pada 8 Oktober 2012, Presiden SBY menginstruksikan agar Polri menyerahkan penanganan kasus simulator SIM kepada KPK sepenuhnya. Presiden juga meminta Polri menghentikan kasus Kompol Novel.

Sementara, soal penyidik, presiden meminta masa penugasan penyidik KPK yang tercantum dalam PP diatur kembali. Namun, selang berapa lama Polri kembali menarik penyidiknya di KPK. Akibatnya, komisi anti korupsi itu terancam lumpuh dalam memberantas korupsi di Tanah Air, karena mengalami krisis penyidik.

Polri kembali menarik 13 personelnya yang bertugas di KPK, dengan alasan masa tugasnya telah berakhir. Alhasil, jumlah penyidik KPK semakin berkurang.

Penarikan penyidiknya secara berangsur-angsur mendesak KPK untuk mengajukan draft revisi PP 63 Tahun 2005 tentang SDM Pegawai KPK. Salah satu draft yang diajukan yakni perpanjangan masa tugas para penyidik.

Draft PP itu kemudian diteken Presiden SBY dan menjadi PP No 103 Tahun 2012. PP tersebut menjelaskan formasi masa tugas penyidik KPK menjadi 4-4-2. Namun, terdapat Pasal 5 ayat 9 yang membahas soal alih status. Alih status ini mengatur para pegawai dari instansi lain yang bekerja di KPK ingin menjadi pegawai tetap, harus izin dari instansi asal.

KPK kaget karena sebelumnya tidak ada koordinasi terlebih dahulu kepada pihaknya. Sebab, sebelum mengajukan revisi dilakukan diskusi antara KPK, Kemen PAN, Polri dan Kejaksaan.

Sementara, dalam kasus simulator SIM KPK akhirnya menahan Irjen Pol Djoko Susilo setelah diperiksa berjam-jam lamanya pada Senin (8/10). Djoko langsung dijebloskan ke Rutan KPK yang berada di lingkungan Rutan Militer Guntur.

Menanggapi penahanan tersebut, Mabes Polri mengaku akan tetap memberi bantuan hukum. Bantuan hukum itu akan diberikan melalui Divisi Hukum Polri. Polri juga mengaku tidak akan mengintervensi lagi terkait kasus ini. Termasuk menghormati penahanan mantan Kakorlantas tersebut di Rutan Guntur.

Kasus simulator SIM diduga memiliki kaitan dengan kasus lainnya. Salah satunya kasus dugaan korupsi pelat kendaraan bermotor. Namun, kewenangan pengusutan kasus dugaan korupsi pelat kendaraan bermotor ini berada di Polri karena telah mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan jika anda yang ingin komentar, namun tolong gunakan bahasa yang sopan.