Halaman

Rabu, 27 Maret 2013

2. Manusia Dan Kebudayaan

  • Contoh Kasus
Spirit Bangau Putih di Bentara Budaya Bali
JAKARTA, KOMPAS.com--Seni olah tubuh tidak hanya berkaitan dengan teknik-teknik dan keterampilan bela diri semata, tetapi juga bermuara pada upaya pencapaian spirit untuk dapat meraih kesejatian hidup. Hal ini menjadi semangat dasar Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih yang diulas dalam diskusi “Pustaka Bentara: Mind, Body, Spirit Bangau Putih” Sabtu malam (16/3) di Bentara Budaya Bali.
Diskusi tersebut secara khusus membahas buku Mind, Body, Spirit : Aku Bersilat Aku Ada karya Bre Redana yang menjadi pembicara bersama Gunawan Rahardja (Guru Besar PGB Bangau Putih) dan Widya Poerwoko.

“Buku ini menjelaskan satu per satu ilmu silat dalam bahasa yang lebih luas tidak sekadar bahasa tubuh tangkis dan pukul, tetapi interaksi antara ilmu PGB dengan masyarakat. PGB Bangau Putih tidak hanya soal silat tetapi juga laku kebudayaan.” ujar Widya Poerwoko, Sekretaris Dewan Guru PGB Bangau Putih yang juga Dewan Redaksi Redaksi Majalah D’EcoArt.
Buku karya Bre Redana, wartawan senior Kompas dan sebagai Ketua Pengurus Dewan Pelatih PGB Bangau Putih, merupakan sebentuk kesaksian dan catatan perenungan yang lahir dari pergulatannya dalam menekuni seni olah tubuh selama bertahun-tahun.
“Disiplin yang tinggi dalam latihan silat identik dengan standar yang tinggi dalam pembentukan karakter, itu yang saya pelajari dari Bangau Putih” Ujar Bre Redana. Adapun buku terkininya yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas tahun 2012 tersebut secara umum menguraikan konsep kombinasi tubuh dan pikiran (body and mind) yang pada gilirannya akan melahirkan daya gerak sampai daya cipta (spirit).
Pada diskusi yang dihadiri lebih dari 100 peserta ini, Guru Besar Gunawan Rahardja menuturkan pentingnya kesadaran selama seseorang menempa diri untuk meraih spirit dan menemukan kemurnian jiwa “Menumbuhkan kesadaran awal harus dengan komitmen, ketulusan, dan kepedulian serta latihan terus menerus” ujar penerus PGB Bangau Putih yang didirikan oleh mendiang ayahnya, Subur Rahardja, pada 25 Desember 1952 silam.
Hal tersebut erat kaitannya dengan upaya “menemukan” dan bukan “mencari” yang sering dikemukakan di PGB Bangau Putih. Laku “mencari” dipandang cenderung mengedepankan ego atau ambisi sementara “menemukan” adalah sebentuk olah kesadaran bahwa setiap hal di dunia ini memiliki momentumnya.
Uraian di atas ditulis Bre dalam Mind Body Spirit: Aku Bersilat Aku Ada. Dalam buku setebal 180 halaman itu dijelaskan pula bahwa tak sedikit karya-karya WS. Rendra yang terilhami dari pertemuan dan persahabatannya dengan Subur Rahardja dan aktivitas PGB Bangau Putih.
“Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan sudut pandang baru kepada khalayak di Bali tentang seni olah tubuh yang senyatanya dapat menunjang kreativitas, membangun daya luhur dan memiliki nilai spiritualitas yang dapat mengantarkan penekunnya meraih kasunyatan” ujar Putu Aryasthawa dari Bentara Budaya Bali.

sumber : 
http://oase.kompas.com/read/2013/03/23/2119024/Spirit.Bangau.Putih.di.Bentara.Budaya.Bali


  • Pendapat :
        Seni olah tubuh ini sangat baik untuk semua kalangan khusus nya wanita untuk menjaga diri dari kejahatan seperti pencurian atau pelecehan sex ,maka dari itu setiap orang mestinya wajib mempelajari seni bela diri baik dari dalam negi maupun luar negri dan Sebagian besar banyak bentuk seni bela diri dengan atau tanpa menggunakan senjata seperti tongkat dan pedang berasal lebih dari seribu tahun yang lalu di asia,
       terutama di Jepang dan Cina, dan tidak lama setelah jenis tertentu telah didirikan mereka kemudian berkembang menjadi orang lain, membelah sesuai dengan teknik seperti yang diajarkan oleh berbagai master. Dalam beberapa ratus tahun terakhir dan semakin selama 50 tahun terakhir atau lebih, murid-murid seni bela diri yang berbeda berkeliling dunia, mendapatkan mengkonversi dan membantu untuk mendirikan sekolah-sekolah pelatihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan jika anda yang ingin komentar, namun tolong gunakan bahasa yang sopan.